Saya dan Cita-Cita... .
Perkenalkan, nama saya Novardha, biasa dipanggil Ardha. 
Saat ini, saya berusia 26 tahun. 
Saya pernah bekerja sebagai guru, pramugara, dan bankir (seperti yang tertulis di kolom profil saya). Mungkin, di usia saya saat ini, saya terkesan gonta-ganti pekerjaan. Well, sebenarnya, memang begitulah adanya. Dan sebenarnya, profesi yang saya sebut itu adalah profesi ’resmi’ saya, alias sebagai karyawan. Yang tidak resmi, tentu saja juga bejibun, mulai praktisi Multi Level Marketing (MLM), agen asuransi, event organiser, dan sempat berwirausaha yang akhirnya terpaksa bangkrut karena kondisi keuangan yang semakin lama semakin memprihatinkan. Hiks!
Sebenarnya, cita-cita saya apa ya?!?!?! Hemh, kalau ditanya tentang cita-cita , jawaban saya justru lebih aneh lagi...
Beberapa orang mungkin tidak pernah ingat kapan pertama kali dia mempunyai cita-cita alias ”kalo gedhe mau jadi apa?!?!”. Tapi, saya benar-benar ingat cita-cita saya pertama kali. Yaitu, menjadi Pembalap Formula 1! :p (cita-cita ini bahkan sudah muncul sebelum saya bisa calistung).
Setelah sadar bahwa saya belum bisa mengemudikan mobil, dan harus menunggu hingga dewasa untuk belajar nyetir, rasanya itu terlalu lama.
Maka saya pun mengalihkan cita-cita saya menjadi seorang atlet bulutangkis. Saya terhipnotis oleh sabetan raket Ardy B. Wiranata yang merupakan pemain idola saya pada waktu itu. Sejak kelas 1 SD, saya sudah mengikuti kursus bulutangkis. Namun akhirnya berhenti karena fisik saya kurang mendukung, yaitu mudah sesak nafas, sedangkan bulutangkis adalah olahraga yang menuntut fisik prima.
Karena saya berhenti bermain bulutangkis, maka berubahlah cita-cita saya, yaitu menjadi seorang pegawai bank. Alasannya: pegawai bank banyak duitnya (yah, maklum, waktu itu saya sudah mulai kenal duit).
Lalu, karena mendapat pencerahan bahwa pegawai bank hanya orang yang dititipin duit, akhirnya saya pun kembali ragu, dan berancang-ancang untuk pindah cita-cita. Ya oloooh... (-_-”)
Saya pun diberi tips oleh Ibu saya, bahwa cita-cita haruslah sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan. Karena saya senang menggambar, akhirnya, saya memilih untuk menjadi seorang ARSITEK.
Namun, seiring dengan perjalanan waktu, dan semakin takutnya saya terhadap realita, akhirnya, saya menjadi orang yang tidak punya cita-cita. Iamjinasi saya tentang masa depan dihajar oleh teori-teori yang harus saya  hapal untuk mengerjakan soal ujian. Begitulah, seolah tidak ada waktu untuk memikirkan masa depan, saya hanya fokus untuk belajar dan menyelesaikan sekolah hingga jenjang S-3 (SD, SMP, SMA), lalu kuliah, lulus, baru deh cari uang. Mau jadi apa, terserah, yang penting bisa hidup makmur.
Begitulah, akhirnya saya pun hanya fokus untuk menyelesaikan studi saya. 
~~~~~~
Tak terasa, hari ini, adalah tahun ketiga saya menyandang gelar sarjana. Dengan bekal gelar tersebut, saya tak tahu, apakah saya sudah berhasil mewujudkan cita-cita saya atau belum. Beberapa profesi sudah pernah saya jalani. Namun, setiap kali bekerja, saya merasa tidak perlu memperpanjang kontrak dengan perusahaan tersebut. 
Jika ada yang bertanya ”kenapa???”, maka saya biasanya memberi jawaban normatif: Ingin mencari pekerjaan yang lebih baik.
Tapi sebenarnya, jawaban dari lubuk hati saya terdengar sangat idealis, yaitu karena saya tidak mau hidup dengan melakukan rutinitas yang sama hingga pensiun, bekerja hanyalah secuil pembelajaran tentang hidup, saya masih punya mimpi, saya masih ingin belajar banyak hal, dan saya masih punya cita-cita... Cita-cita untuk hidup!
Suatu saat, hidup saya hanyalah sebuah cerita, persis seperti seorang petualang yang hanya meninggalkan jejaknya. Namun, saya ingin meninggalkan jejak yang ramai, berwarna, indah, dan bemakna. Itulah cita-cita saya... . :)

Komentar
Posting Komentar